Minggu, 19 Juni 2011

EVALUASI PROGRAM PENDUKUNG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DAERAH (P2MPD) DI KABUPATEN SLEMAN

A.   GAMBARAN PROGRAM
Program Pendukung Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD) merupakan program pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat dan pengembangan di bidang infrastruktur pedesaan. Program ini dilaksanakan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Kabupaten Sleman merupakan salah satu dari 48 kabupaten di 6 propinsi yang menerapkan program P2MPD. Program ini berlangsung mulai tanggal 25 Maret 1999 sampai 31 Maret 2005. Tujuan dari program ini adalah mengembangkan dan memperkokoh proses pelaksanaan otonomi daerah serta membantu percepatan pemulihan dampak krisis. Secara khusus, komponen program ini terdiri dari :
·         Penyediaan Infrastruktur Desa
·         Pengembangan Kapasitas
Dari pengertian program di atas, diperlukan evaluasi terhadap program P2MPD yang telah dilakukan di Desa Sidomulyo, Kabupaten Sleman guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.
B.   RUANG LINGKUP EVALUASI
Ruang lingkup evaluasi adalah sebagai berikut :
1.    Pencapaian Hasil
Kesesuaian hasil dengan tujuan program yang merefleksikan pemanfaatan sedikit lahan di perkotaan untuk membantu masyarakat miskin dalam menambah penghasilannya. Output dan laporan hasil sudah mencerminkan keadaan sebenarnya di masyarakat dalam meningkatkan penghasilan yang berkaitan dengan kesuksesan panen dalam Urban Farming.
2.    Pengawasan Mutu
Sistem monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan program, program melakukan monitoring dan evaluasi secara reguler sebagai bagian dalam pengawasan mutu, jenis evaluasi yang dilakukan dan hasilnya cukup dipercaya.
3.    Seleksi lokasi dan sasaran kemiskinan
Proses seleksi lokasi program sudah sesuai dan memprioritaskan pada wilayah miskin. Pemilihan penerima manfaat program telah mendasarkan pada kelompok warga paling miskin. Pertimbangan yang digunakan dalam memilih lokasi/penerima manfaat.
4.    Pengembangan Kapasitas SDM
Jenis kegiatan pengembangan kapasitas yang diberikan di tingkat lokal (pemerintah daerah, fasilitator pendamping dan organisasi masyarakat). Proses pelaksanaan kegiatan (materi, metode, fasilitator dan waktu). Kualitas kegiatan pengembangan kapasitas dalam mendukung pelaksanaan program.
5.    Kepuasan Program
Transparansi informasi program. Pengetahuan masyarakat tentang program, ketersediaan informasi publik tentang program, pertemuan warga untuk membahas program, mekanisme pelaksanaan dan penanganan komplain masyarakat atas program, serta tingkat kepuasaan masyarakat dan stakeholder terhadap pelaksanaan dan hasil program.
6.    Keberlanjutan Program
Komponen keberlanjutan dari program kegiatan ini adalah kesuksesan panen yang dapat berlangsung secara kontinu dan bersifat meningkatkan perekonomian masyarakat yang menerapkan urban farming.
C.   EVALUASI PROGRAM
1.    Penilaian Terhadap Kriteria Pencapaian Hasil
Variabel
Konsep
Fakta Lapangan
Rumusan Tujuan
Penyediaan infrastruktur dalam rangka menangani dampak krisis ekonomi.
Capaian tujuan dari pelaksanaan program sebagian besar tidak spesifik ditujukan untuk masyarakat miskin atau yang mendekati miskin, tapi diperuntukkan bagi masyarakat luas di desa tersebut. 2 (dua) sasaran yang secara spesifik tercapai adalah ketersedian prasarana dasar di desa dibanding sebelum proyek dan adanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa.

Fungsi Problem dan Problem Umum
Fungsi proyek adalah mendukung percepatan pembangunan perdesaan melalui penyediaan infrastruktur. Problem yang umum yang dihadapi adalah  konsep proyek terlihat sangat birokratik (berliku atau kurang praktis) dari sisi proses jika dibandingkan dengan pertimbangan volume proyek kecil dan jangka waktu proyak yang pendek

Dari fakta lapangan diperoleh informasi yaitu :
- umumnya infrastruktur cukup berfungsi, meski ada kasus yang kualitasnya kurang memadai
- Umumnya mampu menye-diakan lapangan kerja pada saat konstruksi saja.
- Tidak mampu menampung semua masyarakat miskin untuk menjadi tenaga kerja.
- Meningkatnya kapasitas aparat pemerintah daerah dan masyarakat belum berkelanjutan.
Kesesuain isi laporan dengan fakta eksisting yang berkaitan dengan peningkatan ekonomi masyarakat dalam mengatasi krisis ekonomi dan penyediaan lapangan kerja
Laporan program menjelaskan bahwa perkembangannya cukup berhasil dalam perluasan akses masyarakat miskin terhadap seluruh infrastruktur sehingga memberi dampak pada perubahan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik
Fakta yang ada menunjukan:
- meningkatkan akses terjadi pada lokasi yang memilih pembangunan jalan dan jembatan. Namun untuk akses air/irigasi atau lainnya meskipun dibangun, namun kuantitasnya terbatas. .
- Peningkatan lapangan kerja bertambah hanya pada waktu konstruksi (1–2 bulan) - Keputusan atas pengelolaan proyek masih didominasi oleh elit desa dan penguatan peran pokmas (kelompok masyarakat) kurang karena waktu yang pendek

2.    Penilaian terhadap Kriteria Pengawasan Mutu
Program yang dievaluasi dilengkapi dengan sistem monitoring dan evaluasi yang bertujuan mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan di lapangan dan permasalahan yang dihadapi. Hasilnya diharapkan dapat menjadi umpan balik untuk peningkatan kinerja program. Pedoman umum setiap program menyatakan bahwa monitoring dan evaluasi dilaksanakan baik secara struktural, fungsional, maupun partisipatif. Monitoring secara struktural dilaksanakan oleh aparat pemerintah sebagai penanggung jawab program, baik yang berada di pusat, provinsi, maupun kabupaten. Monitoring secara fungsional dilakukan oleh konsultan, baik yang berada di pusat maupun yang di daerah. Sedangkan monitoring secara partisipatif diharapkan dapat dilakukan oleh pemangku kepentingan dan masyarakat secara umum melalui kelompok-kelompok yang dibentuk oleh masyarakat penerima manfaat. Menurut panduan, monitoring dilaksanakan secara reguler, umumnya bulanan di tingkat kabupaten, triwulan di tingkat provinsi dan sekali setiap semester di tingkat nasional.
Temuan di lapangan menunjukkan bahwa monitoring dilaksanakan secara baik, terutama monitoring fungsional oleh konsultan. Monitoring struktural oleh aparat pemerintah juga dilaksanakan tetapi tidak sereguler yang direncanakan dalam panduan.
3.    Penilaian Terhadap Kriteria Pemilihan Lokasi dan Sasaran Kemiskinan
Variabel
Konsep
Fakta Lapangan
Penetapan Desa

·         Daerah yang terkena dampak krisis paling parah.
·         Jumlah penduduk (keluarga) miskin cukup besar .
·         Tidak sedang menjadi lokasi program sejenis dari lembaga yang lain (PPK, P2KP, dll)

·         Daerah yang terkena dampak krisis ekonomi
·         Ada daerah/ desa lain yang lebih miskin yang lebih sesuai sebagai lokasi program
·         Desa lokasi sudah mendapatkan program lain sejenis
·         Daerah lokasi program relatif cukup berkembang

Penetapan Penerima Manfaat program

·         Tidak menyebut secara spesifik kriteria warga masyarakat yang menjadi penerima manfaat.
·         Hanya proyek PMPD yang memberi batasan penduduk miskin dan kaum perempuan sebagai penerima manfaat program simpin. Sedang P2MPD memberi penekanan peran kaum perempuan dalam proses pelaksanaan proyek
·         Penerima program sebagian besar adalah masyarakat umum
·         Masyarakat miskin terlibat sebagai tenaga kerja
·         Pembangunan sarana banyak menggunakan tenaga kerja dari luar ( Proyek P2MPD type B)
·         Kaum perempuan cukup berperan dalam proses pelaksanaan program simpan pinjam (PMPD) dan pada infrastruktur (P2MPD)

4.    Penilaian Terhadap Kriteria Peningkatan Kapasitas SDM
Variabel
Konsep
Fakta Lapangan
Program peningkatan kapasitas Pemerintah daerah

Memberikan beasiswa untuk pendidikan formal S1 dan S2 dibidang perencanaan dan manajemen konstruksi teknis infrastruktur desa berbasis masyarakat.

Staff Pemda mengambil S1 dan S2 di berbagai jurusan yang tidak langsung terkait dengan bidang perencanaan dan manajemen infrastruktur desa

Persyaratan fasilitator untuk peningkatan kapasitas organisasi masyarakat

Pendidikan formal S1 dan S2 di bidang pengembangan masyarakat

Fasilitator yang direkrut memiliki latar belakang S1 dan S2 di bidang sosiologi dan berbagai bidang lainnya


5.    Penilaian Terhadap Kriteria Kepuasan terhadap Program
Variabel
Konsep
Fakta Lapangan
Kinerja teknis

Seluruh kriteria teknis, baik secara kuantitas maupun kualitas telah dipenuhi dan diterapkan dengan benar

·         Sebagian besar telah memenuhi kriteria teknis dalam hal volume pekerjaan bahkan terjadi penambahan volume meski dengan budget yang tetap;
·         Perbedaan ketentuan teknis standar prasarana desa (PPIP, PMPD & P2MPD), membuat proses pembangunan prasarana dan metodenya disesuaikan dengan kondisi ketrampilan masyarakat sehingga output yang dihasilkan relatif berbeda, meskipun kualitas dan kuantitasnya tetap memenuhi syarat teknis.

Kinerja manajemen proyek

Mekanisme pengelolaan proyek yang transparan, dan akuntabel.

Sebagian besar telah menerapkan mekanisme pengelolaan sesuai dengan jadwal waktu dan serapan anggaran, namun tingkat transparansi dan akuntabilitas masih sangat terbatas; seperti terlihat dalam laporan pekerjaan yang tidak rinci dalam biaya dan material sehingga menyulitkan mengontrol biaya rencana dengan pelaksanaan dilapangan.

Kinerja keuangan

Terjadi efektifitas dan efisiensi di dalam penggunaan anggaran

Beberapa desa telah menerapkan efisiensi dan efektifitas penggunaaan anggaran dengan baik seperti di pangkep (PPIP). Namun sebagian lainya belum menunjukan hal yang demikian (Kasus OKI proyek P2MPD).

Kinerja organisasi masyarakat

Terdapat partisipasi masyarakat yang jelas sejak perencanaan, pelakasanaan, pengawasan pembangunan prasarana sampai pada O&M dan replikasi serta keberlanjutan program.

·         Informasi (sosialisasi) proyek baik bentuk dan mekanisme belum dapat menjangkau masyarakat marjinal (buta huruf dan miskin)
·         Sebagian masyarakat desa telah menunjukan partisipasi dalam keseluruhan proses pembangunan, namun hanya sebagian kecil saja yang berhasil meningkatkan partisipasi perempuan dalam proses tersebutseperti di Sleman (P2MPD).


6.    Penilaian Terhadap Kriteria Keberlanjutan Program.
Variabel
Konsep
Fakta Lapangan
Keberadaan komponen biaya keberlanjutan.

Biaya keberlanjutan tersedia, dalam jumlah yang terbatas. Hanya pada proyek PMPD ada alokasi khusus untuk kegiatan keberlanjutan, terutama dalam penguatan LSPBM.

Komponen untuk biaya keberlanjutan yang dialokasikan sangat terbatas, dan waktu pelaksanaannya juga sangat terbatas. Akibatnya, kinerja kelembagaan O&P di

Jenis kegiatan untuk memperkuat keberlanjutan proyek bagi masyarakat.

Kegiatan keberlanjutan meliputi : penyiapan pedoman pemeliharaan, pelatihan untuk Pokmas/KPP dalam pemeliharaan, dan penyiapan Kader Pemberdayaan Masyarakat.

Penyiapan pedoman pemeliharaan dilakukan oleh Fasilitator Lapangan yang penyusunannya kurang partisipatif. Pedoman pemeliharaan cenderung memperhatikan aspek teknis, dan sangat kurang memberi perhatian pada aspek pengembangan kelembagaan Pokmas/KPP.
Kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh Fasilitator, dalam kenyataannya banyak dilakukan dengan metode sosialisasi satu arah, dengan alokasi waktu yang tidak memadai –diberikan dalam waktu 2 – 3 jam. Keberadaan kader pemberdayaan masyarakat belum fungsional dalam memfungsikan Pokmas/KPP dalam pemeliharaan sarana.
Jenis Kegiatan O&P

Jenis kegiatan O&P sarana infrastruktur meliputi:
- Pengelolaan sarana
- Pemberian pelayanan
- Tata cara pemeliharaan
- Pembiayaan
Dalam pelaksanaannya jenis kegiatan O&P yang lengkap tersebut ditransformasikan dalam waktu yang singkat sehingga masyarakat tidak mampu memahami pengetahuan tersebut. Selain itu, umumnya pada tingkat Pokmas/KPP belum mampu menyediakan pembiayaan dengan baik.

Pelaksanaan kegiatan O&P

Kegiatan O&P dilaksanakan oleh Pokmas/KPP bersama dengan pemerintah desa.

Pokmas/KPP dan pemerintah desa belum berperan sebagaimana yang seharusnya dilaksanakan yaitu memberikan bantuan dana desa karena asset yang dibangun merupakan milik desa


D.   KESIMPULAN
Didasarkan atas kajian dokumen dan kunjungan lapangan baik melalui wawancara maupun observasi terhadap sarana yang dibangun di Desa Sidomulyo, Kabupaten Sleman lokasi studi untuk kegiatan Proyek P2MPD, maka tujuan dari program dapat disebut mencapai hasil yang diharapkan terutama dalam hal penyediaan prasarana dasar di desa. Namun pada sisi lain, program disadari belum berhasil dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur yang bersifat produktif maupun yang memiliki dampak terhadap usaha pengentasan kemiskinan. Namun program ini secara khusus telah membantu masyarakat dalam mengatasi situasi krisis ekonomi melalui penyediaan lapangan kerja dan penambahan pendapatan.
Sementara berkaitan dengan program penyediaan sarana telah meningkatkan aksesibilitas usaha ekonomi masyarakat menjadi lebih baik, meningkatkan nilai asset (tanah) yang dimiliki maupun aksesibilitas terhadap prasarana sosial dasar seperti kemudahan komunikasi dan interaksi antar warga, penyediaan air bersih dan lainnya. Keberhasilan akan penyediaan sarana ini juga diindikasikan dengan tingkat partisipasi masyarakat yang proses pelaksanaannya, terutama untuk sarana yang dibangun dengan pendekatan community based. Hal ini sekaligus menunjukan bahwa sejauh jenis sarana yang dibangun dibutuhkan masyarakat, maka tingkat partisipasi, fungsionalisasi dan keberlanjutan akan semakin besar.
Meskipun demikian, ditemukan data bahwa program P2MPD tidak serta merta mengubah kondisi masyarakat yang miskin. Hasil wawancara dengan warga miskin penerima manfaat proyek mengindikasikan bahwa profil sosial-ekonomi masyarakat miskin di lokasi proyek tidak banyak berubah, seperti; pemilikan asset dan tabungan, kondisi fisik perumahan, diversifikasi sumber mata pencaharian maupun kualitas makanan. Disadari bahwa perubahan kondisi kemiskinan di masyarakat juga ditentukan oleh variable lain (kultur, daya dukung lahan dan kebijakan) dan bukan semata-mata karena dampak dari keberadaan program ini. Namun perlu dipertimbangkan agar kedepannya program infrastruktur berbasis masyarakat bisa lebih menekankan pada pembangunan infrastruktur yang produktif sehingga dapat memperbesar kontribusi program pada usaha pengentasan kemiskinan.
E.    REKOMENDASI
Rekomendasi yang ditawarkan adalah sebagai berikut :
1.    Pemerintah Indonesia sebaiknya memiliki kebijakan untuk tidak melaksanakan proyek pemberdayaan baik dari APBN maupun negara donor yang siklus pelaksanaan efektif-nya hanya 3-4 bulan. Mengingat jika dilaksanakan maka proses dan hasilnya kurang memadai, khususnya kegiatan pelibatan masyarakat dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi yang akhirnya hanya sebatas formalitas. Terlebih lagi jika dukungan pemerintah daerah dalam penyediaan dana (DIPA) untuk pelaksanaan proyek ini seringkali mengalami keterlambatan. Selain itu, tenaga fasilitator dalam melakukan pendampingan masyarakat dibatasi dalam kerangka bekerja dari sisi waktu dan orientasi dan kurang mendasarkan pada kebutuhan untuk memberdayakan masyarakat menyelesaikan masalahnya.
2.    Pelaksanaan proyek perlu disosialisasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah jauh sebelum proyek dimulai, sehingga ada waktu yang cukup bagi pemerintah daerah untuk mengintegrasikan pembiayaan proyek kedalam sistem perencanaan anggaran daerah (terutama jika dana pendamping menjadi persyaratan dalam pembiayaan proyek).
3.    Pelaksanaan proyek infrastruktur belum secara maksimal menjangkau masyarakat miskin baik dalam proses seleksi desa, penerima manfaat, maupun pilihan jenis sarana yang dibangun. Karena itu, setiap proyek ke depan perlu diawali dengan kegiatan pemetaan sosial-ekonomi desa sebagi dasar untuk memastikan bahwa penerima manfaat terbesar adalah warga miskin dan potensi infrastruktur apa yang potensial untuk dibangun. Termasuk penentuan seleksi usulan masyarakat bukan ditentukan oleh pelaksana proyek melainkan menggunakan lembaga/tim independen untuk menilai kelayakannya serta potensial dampak sosial-lingkungan (social-enviromental impact assesment).
4.    Program pengentasan kemiskinan melalui infrastruktur desa sebaiknya dilakukan melalui pendekatan satu sistem kebijakan (one door policy) sehingga ada standarisasi dalam seleksi, perencanaan, monitoring dan evaluasi baik dari aspek tehnis, keuangan maupun penguatan kelembagaan masyarakat. Sekalipun dalam penerapannya akan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Dengan demikian, masyarakat penerima program tidak dihadapkan kerumitan dalam merespon program pengentasan kemiskinan yang beragam jenis dengan pendekatan dan metode yang berbeda.
5.    Untuk melaksanakan proyek infrastruktur yang bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat seperti proyek ini, dibutuhkan proses pendampingan yang intensif, terutama oleh tenaga fasilitator yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang pengorganisasian masyarakat. Hal ini untuk mengurangi dan menghilangkan dominasi elite desa dalam penentuan keputusan pada keseluruhan proses proyek dan sekaligus menjamin proses perencanaan partisipatif berjalan efektif, pengelolaan organisasi berlangsung demokratis, dan ada kemandirian serta keberlanjutan fungsi kelembagaan masyarakat.